Total Tayangan Halaman

Rabu, 02 Maret 2011

SAP

SELAMAT DATANG
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(Oleh: Jamason Sinaga, Ak.*)
1. Pendahuluan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005. Inilah untuk pertama
kali Indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan sejak Indonesia merdeka.
Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan
keuangan di pemerintahan. Jadi dapat dikatakan Indonesia memasuki babak baru
dalam pelaporan keuangan kegiatan pemerintah Indonesia.
SAP ini telah lama ditunggu. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105
Tahun 2000 pada pasal 35 secara tegas telah menyebutkan bahwa penatausahaan
dan pertanggung jawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi
keuangan pemerintah daerah yang berlaku. PP Nomor 105 Tahun 2000 tersebut
telah berlaku sejak 1 Januari 2001 tetapi standar yang dimaksud baru dapat
terealisasi dengan terbitnya SAP ini. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
yang mulai berlaku sejak tahun 2003 juga menyebutkan dengan jelas bahwa
bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti
penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat mengenai Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai penyusun SAP yang keanggotaannya
ditetapkan dengan keputusan presiden. Undang Undang otonomi yang terbaru
yaitu Undang Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga
menyebut penyajian laporan keuangan pemerintah daerah sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan. Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa SAP
merupakan jawaban atas penantian adanya pedoman pelaporan keuangan yang
dapat berterima umum.
Proses penyusunan SAP memakan waktu yang lama. Berbagai
perkembangan dan perdebatan mewarnai proses penyusunan hingga mencapai
2
bentuk yang ditetapkan dalam PP ini. Proses penyusunan ini akan diuraikan dalam
bagian awal tulisan ini. Sistematika SAP dan peran KK didalamnya akan
diuraikan lebih lanjut.
Setelah PP ini terbit, langkah berikutnya yang sangat krusial adalah
penerapan SAP oleh entitas yang diwajibkan. Bagaimanapun bagusnya SAP yang
disusun jika tidak dapat diterapkan maka tidak ada gunanya. Dalam penerapan
tersebut perlu dipahami beberapa dasar pemikiran penting yang diharapkan dapat
membantu penerapan SAP. Pemikiran tersebut adalah mengenai basis akuntansi
yang dianut dan hubungan antara sistem dan standar. Selanjutnya diikuti dengan
proses penyusunan laporan keuangan menurut SAP yang dihubungkan dengan
kondisi masing-masing entitas.
2. Proses Penyusunan SAP
SAP yang sekarang diterbitkan dalam bentuk PP telah menempuh perjalanan
panjang dalam proses penyusunannya. Sejak reformasi digulirkan yang diikuti
dengan perubahan berbagai ketentuan peraturan perundangan telah disadari
pentingnya penyajian laporan keuangan pemerintah sebagai bagian dari
transparansi. Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, daerah
diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya
sendiri. Hal ini tentu saja menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
menjadi entitas-entitas otonom yang harus melakukan pengelolaan dan
pertanggung jawaban keuangannya sendiri. Munculnya provinsi, kabupaten, dan
kota sebagai unit-unit yang mengelola dan melaporkan keuangannya sendiri
mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor
105 Tahun 2000 yang merupakan turunan dari UU 22 Tahun 1999 kemudian
menyebutkan secara tegas bahwa laporan pertanggung jawaban keuangan harus
disajikan sesuai dengan standar akuntansi meskipun belum ada standar akuntansi
pemerintahan yang baku.
Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu
perdebatan siapa yang berwenang menyusun standar akuntansi keuangan
pemerintahan. Sementara itu, pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap
3
berjalan sesuai dengan peraturan perundangan meskipun standar belum ada.
Untuk mengisi kekosongan sambil menunggu penetapan yang berwenang
menyusun dan menetapkan standar akuntansi pemerintahan maka pemerintah
dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil
inisiatif untuk membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah
sistem akuntansi keuangan daerah dari Departemen Keuangan yang diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001.
Dari Departemen Dalam Negeri keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
29 Than 2002 tanggal 18 Juni 2002. Kedua keputusan ini bukanlah standar
akuntansi sebagaimana dimaksud dalam PP 105/2000 maupun standar akuntansi
pada umumnya.
Menteri Keuangan sebenarnya telah mengeluarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan
adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD).
Keanggotaan Komite ini terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen
Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Organisasi
Profesi Akuntan IAI, dan juga kalangan perguruan tinggi. Dalam keputusan
tersebut juga diatur bahwa standar akan disusun oleh KSAPD tetapi
pemberlakuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. KASPD
bekerja dan menghasilkan Draft Publikasian Standar Akuntansi berupa Kerangka
Konseptual dan tiga Pernyataan Standar. KSAPD melakukan due process atas
keempat draft ini sampai dengan meminta pertimbangan kepada BPK. BPK
berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP tersebut karena
belum mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan penyusun tidak
independen karena diangkat hanya dengan SK Menteri Keuangan.
Perkembangan berikutnya, KSAPD tetap bekerja dengan menambah
pembahasan atas delapan draft baru yang dianggap diperlukan dalam penyusunan
laporan keuangan pemerintah. Draft ini juga mengalami due process yang sama
seperti sebelumnya. Dengan terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2003 yang
menegaskan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus berjalan. Kemudian pada
tahun 2004 terbit UU Nomor 1 Tahun 2004 yang menyebutkan Komite Standar
4
Akuntansi Pemerintahan harus ditetapkan dengan Keppres maka keluarlah
Keppres Nomor 84 Tahun 2004 yang menetapkan keanggotaan Komite dan
namanya-pun berubah menjadi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).
Keanggotaan KSAP terdiri dari sembilan orang yang seluruhnya adalah
orang-orang yang bekerja dalam KSAPD sesuai keputusan Menteri Keuangan
Nomor 308/KMK.012/2002. Seluruh draft yang dihasilkan oleh KSAPD yaitu
satu Kerangka Konseptual (KK) dan 11 Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) setelah melalui pembahasan dan berbagai penyempurnaan
diterima oleh KSAP untuk ditetapkan menjadi PP. Draft KK dan 11 PSAP itulah
yang diterbitkan dalam bentuk PP yaitu PP Nomor 24 Tahun 2005 ini.
3. Sistematika SAP
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan PP
Nomor 24 Tahun 2005 terdiri dari Kerangka Konseptual (KK) dan Pernyataan
Standar Akuntansi (PSAP). PSAP terdiri dari 11 (sebelas) pernyataan yaitu:
PSAP 01: Penyajian Laporan Keuangan;
PSAP 02: Laporan Realisasi Anggaran;
PSAP 03: Laporan Arus Kas;
PSAP 04: Catatan atas Laporan Keuangan;
PSAP 05: Akuntansi Persediaan;
PSAP 06: Akuntansi Investasi;
PSAP 07: Akuntansi Aset Tetap;
PSAP 08: Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
PSAP 09: Akuntansi Kewajiban;
PSAP 10: Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan
Peristiwa Luar Biasa:
PSAP 11: Laporan Keuangan Konsolidasian.
Kerangka Konseptual (KK) sebenarnya bukan merupakan standar dalam
arti tidak harus diikuti secara kaku. Sebagaimana dijelaskan dalam KK itu sendiri
bahwa fungsi KK adalah acuan bagi penyusun standar dalam melakukan
penyusunan SAP dan juga acuan bagi pengguna untuk menyajikan transaksi yang
5
tidak diatur dalam pernyataan standar. Pertanyaan yang muncul, yang mana yang
harus diikuti jika atas suatu penyajian diatur dalam KK dan diatur juga dalam
PSAP? SAP ini menganut azas lex specialis derogate lex generalis, artinya, hal
yang diatur secara spesifik dalam pernyataan standar mengalahkan hal yang diatur
secara umum dalam KK.
4. Basis Akuntansi
Basis akuntansi adalah perlakuan pengakuan atas hak dan kewajiban yang
timbul dari transaksi keuangan. Perbedaan basis akan berpengaruh terhadap
proses akuntansi.
Dalam akuntansi dikenal adanya dua basis yaitu basis kas dan basis akrual.
Basis kas adalah basis yang mengakui timbulnya hak atau kewajiban pada saat
kas diterima atau dikeluarkan. Basis akrual adalah basis yang mengakui adanya
hak atau kewajiban pada saat perpindahan hak lepas dari saat kas diterima atau
dikeluarkan.
SAP tidak menganut basis kas secara penuh dan juga tidak menganut basis
akrual secara penuh tetapi basis modifikasian. Basis modifikasian yang dianut
disebut dengan basis kas menuju akrual (cash towards accrual). Dengan basis ini,
aset, kewajiban, dan hutang diakui menurut basis akrual sedangkan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan diakui berdasarkan basis kas.
Dengan basis kas menuju akrual tersebut, setiap pengeluaran berupa
belanja dan pengeluaran pembiayaan serta penerimaan berupa pendapatan dan
penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Dengan
cara tersebut, perkiraan/akun yang terpengaruh dalam neraca jika terjadi
penerimaan dan pengeluaran hanyalah kas. Dengan kata lain tidak ada
perkiraan/akun campuran, tidak ada perkiraan/akun yang mempengaruhi Neraca
dan Laporan Realisasi Anggaran sekaligus selain kas. Agar transaksi dapat dicatat
atau muncul dalam akun neraca, maka digunakan mekanisme jurnal korolari
dan/atau jurnal penyesuaian di akhir tahun.
6
5. Standar dan Sistem Akuntansi
Standar akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan yang
ditujukan kepada pihak-pihak di luar organisasi yang mempunyai otoritas
tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima umum. Standar akuntansi berguna
bagi penyusun laporan keuangan dalam menentukan informasi yang harus
disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi. Para pengguna laporan keuangan
di luar organisasi akan dapat memahami informasi yang disajikan jika disajikan
dengan kriteria/persepsi yang dipahami secara sama dengan penyusun laporan
keuangan. Bagi auditor, khususnya eksternal auditor, SAP digunakan sebagai
kriteria dalam menilai informasi yang disajikan apakah sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
SAP merupakan acuan wajib dalam penyajian laporan keuangan entitas
pemerintah. Pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah wajib menyajikan
laporan keuangan sesuai dengan SAP. Pengguna laporan keuangan termasuk
legislatif akan menggunakan SAP untuk memahami informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan dan eksternal auditor (BPK) akan menggunakannya
sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit. Dengan demikian SAP menjadi
pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan auditor.
Sistem akuntansi adalah prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan untuk
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak di dalam dan di luar
organisasi. Organisasi bebas merancang dan menerapkan berbagai prosedur yang
diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dibutuhkan. Akan tetapi karena
informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi telah diatur
dalam standar akuntansi maka organisasi harus merancang sistem akuntansinya
yang dapat menghasilkan laporan keuangan sebagaimana ditetapkan dalam
standar akuntansi. Jadi standar akuntansi menjadi patokan dalam merancang
sistem akuntansi untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan standar
akuntansi.
Oleh karena SAP merupakan standar yang harus diikuti dalam penyajian
laporan keuangan instansi pemerintah maka sistem akuntansi pemerintah harus
dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan sesuai SAP. Kewenangan
7
menetapkan atau mengatur sistem akuntansi tidak berada di KSAP tetapi berada
di Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat dan Gubernur, Bupati, Walikota
untuk masing-masing Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
6. Penyusunan Laporan Keuangan Pemda Menurut SAP
Menurut PP Nomor 24 Tahun 2005, SAP sudah harus diterapkan untuk
penyusunan laporan keuangan tahun anggaran 2005. Artinya bahwa penyajian
laporan keuangan tahun 2005 sudah harus sesuai dengan SAP. Pertanyaannya
adalah bagaimana menerapkan SAP dalam waktu yang relatif pendek?
Penyusunan sistem akuntansi dimanapun memerlukan waktu yang relatif lama.
Oleh karena itu menjadi pertanyaan yang kritis bagaimana merancang sistem
akuntansi yang dapat menghasilkan informasi sesuai dengan SAP dalam waktu
yang relatif pendek.
Kondisi masing-masing entitas memang tidak ada yang persis sama.
Sebagian entitas telah mencoba membuat laporan keuangan yang mirip dengan
yang diatur dalam SAP. Sebagian lagi masih menunggu dan masih menggunakan
sistem dan prosedur yang lama. Akan tetapi ada juga Pemda yang telah mencoba
mengantisipasi pemberlakuan standar ini dengan mencoba merancang sistem yang
sesuai dengan substansi yang diatur di dalam SAP dengan menggunakan draft
SAP yang diterbitkan KSAP.
SAP mengatur mengenai informasi yang harus disajikan dalam laporan
keuangan, bagaimana menetapkan, mengukur, dan melaporkannya. Oleh karena
itu SAP mengatur penyajian pos-pos yang harus disajikan dalam laporan
keuangan seperti pos kas, piutang, aset tetap dan seterusnya. Cara atau proses
penyajian pos-pos tersebut tidak lagi diatur dalam SAP.
Bagi Pemda yang telah mengantisipasi penerapan SAP hanya memerlukan
sedikit modifikasi dalam sistemnya. Akan tetapi bagi Pemda yang belum
mencoba mengantisipasi tidak berarti tidak dapat menyajikan laporan keuangan
sesuai SAP. Jika sistem yang berlaku belum dapat menghasilkan langsung
informasi sesuai SAP, pencatatan harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga
diketahui informasi yang dihasilkan dari sistem yang sedang berlaku. Kemudian
8
dilakukan penggolongan informasi yang dihasilkan (mapping) dengan pos-pos
yang diatur dalam SAP. Dengan demikian dapat dihasilkan laporan keuangan
sesuai SAP. Teknik lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengumpulkan
seluruh bukti transaksi selama satu tahun penuh kemudian dilakukan
pengidentifikasian dan pengklasifikasian bukti-bukti transaksi dan dilanjutkan
dengan penyusunan laporan keuangan berdasarkan bukti-bukti tersebut. Hal ini
tentu saja akan menyulitkan pekerjaan di akhir tahun dan dikhawatirkan laporan
keuangan tidak dapat selesai tepat waktu.
7. Simpulan
Dengan terbitnya PP Nomor 24 Tahun 2005, akuntansi pemerintahan di
Indonesia memasuki babak baru. PP ini menjadi dasar bagi semua entitas
pelaporan dalam menyajikan laporan keuangan sebagai pertanggung jawaban
kepada berbagai pihak khususnya pihak-pihak di luar eksekutif. SAP ini telah
diamanatkan berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2003, Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Proses penyusunan memakan waktu yang relatif panjang yang dimulai
sejak tahun 2002 dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor
308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan adanya Komite
Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD). Keanggotaan Komite
selanjutnya diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 dan namanya
diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Keanggotaan
KSAP seluruhnya adalah anggota KSAPD. Produk yang dihasilkan KSAPD yang
terdiri dari Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dan 11 Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) diterima dan disempurnakan oleh KSAP
menjadi SAP yang ditetapkan dalam PP ini.
Basis akuntansi yang dianut dalam SAP adalah basis kas menuju akrual.
Dengan basis ini, aset, kewajiban, dan ekuitas diakui atas dasar basis akrual
sedangkan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan diakui berdasarkan
basis kas. Penggunaan basis ini membawa konsekwensi penggunaan metode
9
jurnal korolari dalam melakukan pencatatan sehingga dapat dihasilkan Neraca
menggunakan basis akrual meskipun Laporan Realisasi Anggaran menggunakan
basis kas.
Penerapan SAP membawa konsekwensi juga pada perubahan sistem
akuntansi. Sistem akuntansi memang tidak diatur dalam SAP tetapi entitas harus
merancang sistem akuntansinya sendiri yang dapat menghasilkan laporan
keuangan sesuai dengan SAP.
Pada akhirnya, segala upaya menghasilkan SAP akan bermanfaat jika SAP
dapat diterapkan oleh entitas pelaporan dalam menyajikan laporan keuangannya.
Mengingat waktu yang sangat terbatas dalam penerapannya maka berbagai
alternatif dapat dipilih untuk menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan SAP
sesuai dengan kondisi masing-masing entitas. Bagi entitas yang telah
mengantisipasi SAP ini dalam rancangan sistem akuntansinya maka tidak akan
mengalami kesulitan dalam menghasilkan laporan keuangan sesuai SAP. Akan
tetapi bagi entitas yang belum mengantisipasi dapat menyusun laporan keuangan
sesuai SAP dengan melakukan pemetaan (mapping) pos-pos yang ada menurut
sistem yang ada ke pos-pos sesuai dengan yang diatur SAP. Jika ini tidak dapat
dilakukan cara lain dapat ditempuh dengan mengumpulkan seluruh bukti
transaksi kemudian melakukan penggolongan atau penyesuaian (adjustment) pada
akhir tahun dapat dilakukan meskipun memakan waktu yang sangat lama.
*Jamason Sinaga, Ak.,
Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Koordinator Bidang
Kajian Standar IAI-Kompartemen Akuntan Sektor Publik, Bekerja di BPKP.