Total Tayangan Halaman

Jumat, 29 April 2011

pajak [Imported from pelayanan-pajak.blogspot.com] 10:05 KEWAJIBAN BENDAHARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

KEWAJIBAN BENDAHARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
UNTUK MELAKUKAN PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK

Sehubungan dengan masih adanya ketidaktertiban Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah yang belum melakukan kewajiban pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah di lingkungan Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah, diingatkan kembali kewajiban untuk:
  1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;
  2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
  3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang ditentukan;
atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD. 2. Pajak-pajak yang harus dipotong/dipungut oleh Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain berupa PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan PPN. 3. Atas kelalaian Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam memenuhi kewajibannya, akan mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak sehingga akan menurunkan kemampuan pemerintah untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan dan pembangunan infrastruktur sebagaimana dirumuskan dalam rencana pembangunan ekonomi Indonesia yang didasarkan pada prinsip triple track strategy plus one: pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment. 4. Kepada para pimpinan Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah dimohon bantuannya untuk mengingatkan dan mengawasi pelaksanaan sebagaimana dimaksud di atas. 5. Apabila masih memerlukan penjelasan lebih lanjut agar menghubungi langsung Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat atau layanan call center 500200. Petugas Direktorat Jenderal Pajak siap membantu. 6. Kepada masyarakat diminta untuk ikut mengawasi.



Sumber : PENG - 05/PJ.09/2010 tanggal 27 September 2010

April 21 2010

08:32

Pemungutan PPh Pasal 22 Bagi Bendaharawan - Bagian 3


I. Kewajiban Bendaharawan

Bendaharawan yang telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak wajib memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah sebagaimana diatur dalam Kepmenkeu nomor 254/KMK.03/2001 Ss.t.d.t.d. PMK no. 210/PMK.03/2008 atau wajib memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sehubungan pembayaran atas penyerahan barang.



II. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22

Pada prinsipnya, Bendaharawan wajib memungut PPh Pasal 22 atas semua penyerahan barang, namun demikian Bendaharawan tidak memungut PPh Pasal 22 diantaranya atas:

a.pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah

b.pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos

c. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

d.Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

Pengecualian sebagaimana dimaksud dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).



III. Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut pada saat pembayaran, sedangkan PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB.

Besarnya tarif PPh Pasal 22 atas pengadaan barang yang dananya berasal dari APBN/D adalah 1,5%. PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan adalah:

1,5% x harga/nilai pembelian barang tidak termasuk PPN
Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22:

- menyetor ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang,

- menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi identitas rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan pemungut pajak

- Dalam hal pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN, PPh Pasal 22 dipungut langsung oleh KPPN dan SSP diisi identas rekanan serta ditandatangani oleh KPPN



IV. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 bagi penerima penghasilan/rekanan adalah SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani dan disetor oleh Bendaharawan atau SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani oleh KPPN dalam hal dilakukan pemungutan oleh KPPN.



V. Pelaporan PPh Pasal 22

Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22 harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 (form F.1.1.32.02)

Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 50.000,-



VI. Contoh Penghitungan PPh Pasal 22

a. Pengadaan barang yang dipungut PPh

Pengadaan barang berupa satu unit komputer dengan nilai barang sebesar Rp. 8.000.000 dan PPN sebesar Rp. 800.000.

Harga barang Rp8.000.000
PPN Rp.800.000

Total tagihan dari rekanan Rp 8.800.000

PPh Pasal 22 yg dipungut
1,5% x Rp. 8.000.000=(Rp.120.000)
PPN dipungut

10% x Rp.8.000.000 =(Rp.800.000)

Total PPN dan PPh dipungut (Rp.920.000)

Dibayar kepada rekanan Rp.7.880.000

b. Pengadaan barang yang dipungut PPh

Pengadaan barang berupa meja rapat yang tercantum dalam kontrak dengan nilai sebesar Rp. 11.000.000 termasuk PPN, perhitungan pemungutan PPN dan PPh Pasal 22 adalah:

Nilai Kontrak (termasuk PPN)Rp11.000.000

PPN = 10/110 x Rp. 11.000.000(Rp.1.000.000)

Dasar Pengenaan Pajak Rp.10.000.000

Total tagihan dari rekanan Rp11.000.000

PPh Pasal 22 yg dipungut
1,5% x Rp. 10.000.000= (Rp.150.000)

PPN dipungut
10% x Rp.10.000.000 = (Rp. 1.000.000)

Total PPN dan PPh dipungut (Rp.1.150.000)

Dibayar kepada rekanan Rp. 9.850.000

c. Pengadaan barang yang tidak dipungut PPh

Atas pengadaan alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp. 800.000 dan PPN sebesar Rp. 80.000.
Harga barang Rp800.000
PPNRp.80.000

Total tagihan dari rekanan Rp880.000

PPh Pasal 22 yg dipungut -
PPN dipungut-
Total PPN dan PPh dipungut (Rp.-)
Dibayar kepada rekanan Rp.880.000

Catatan:

Karena pengadaan barang tersebut nilai totalnya (termasuk PPN) adalah Rp. 880.000, masih dibawah 1 juta rupiah, maka tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN oleh Bendaharawan. Atas transaksi tersebut tetap terutang PPN yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan.

April 12 2010

08:12

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 2

I. Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pembayaran penghasilan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

II. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur .



Tatacara Penghitungan :
1. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak

2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan*), sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Penghasilan Kena Pajak bagi penerima pensiun berkala adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
- Biaya Pensiun

3. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.

Sedangkan besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi penerima pensiun berkala ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
· Wajib Pajak :Rp 15.840.000,-
· Tambahan status kawin :Rp 1.320.000,-
· Istri Bekerja :Rp 15.840.000,-
· Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)

Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
Kecuali bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

PTKP bagi Karyawati
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
b. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya (apabila ada).

Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

5. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
· Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
· Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%

6. Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21
1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas);
b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.

2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah:
a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana anka 1 huruf a dibagi 12 (dua belas):
b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud angka 1 huruf b dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan teratur

III. Tarif PPh Pasal 21 bagi yang tidak Mempunyai NPWP
i. Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
ii. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
iii. Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
iv. Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf (a), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

IV.Saat Terutang PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

IV. Bukti Pemotongan
Atas pemotongan PPh Pasal 21 Bendaharawan wajib membuat:
- Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh Pasal 21 selama satu tahun, paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, untuk PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (form F.1.1.33.01), setiap terjadi pemotongan PPh atas upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap
- Bukti Pemotongan PPh pasal 21 Final (form F.1.1.33.02), setiap terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang berasal dari APBN/D yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara dan uang pesangon dan tebusan pensiun yang dibayar sekaligus.
Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing-masing.

V. Penyetoran PPh Pasal 21
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan Pemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi adminsitrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP Pasal 14).

VI. Pelaporan PPh Pasal 21 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Wajib Pajak Bendaharwan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila dalam bulan yang bersangkutan tidak terdapat pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan tetap wajib melaporkan SPT Masa tersebut ke KPP.
Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 100.000,-

April 9 2010

15:45

KEWAJIBAN PERPAJAKAN BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 1


I. Bendaharawan Sebagai Pemotong/Pemungut Pajak

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan sebagai Pemungut :

- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar Hukum:
Pasal 1 angka 27 UU PPN “Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut”

- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Dasar Hukum:
Pasal 22 ayat (1) UU PPh “Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang”

- PPh Pasal 21/26
Dasar Hukum :
Pasal 21 ayat (1) huruf b UU PPh “Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan”
Bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga¬lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama


- Pasal 23/26
Dasar Hukum :
Pasal 23 ayat (1) huruf c dan Pasal 26 ayat (1)
sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.

II. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pendaftaran dan Penghapusan

Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat Bendaharawan tersebut berada.
Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:

- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor )
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara

Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru, tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru

Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.

Bendaharawan berkewajiban untuk:

- memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor
- memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang
- memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa
- memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang
diterima Wajib Pajak luar negeri
Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:

- pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

- pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos;
- pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

IV. Kewajiban Bendaharawan atas PPN&PPnBM

Atas pengadaan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.

Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:

1. Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan PPnBM
2. Untuk Pembebasan Tanah
3. Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
4. BBM dan Non-BBM oleh PERTAMINA
5. Rekening Telepon
6. Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7. Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak dikenakan PPN

Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:
- BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP 146/2000 sebagaimana telah diubah dengan PP 38/2003)
- BKP Strategis (PP 12/2001 sebagaimana telah diubah dengan PP 31/2007)
- Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (231/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah dengan 616/PMK.03/2004)

V. Petunjuk Pembayaran Gaji/Honor

Secara umum, pada saat bendaharawan melakukan pembayaran berupa gaji/honor harus dilihat terlebih dahulu sumber dana dan kemudian penerima penghasilan tersebut
Sumber dana dapat bersumber dari:

- APBN/APBD
- Non APBN/APBD
Penerima Penghasilan terdiri atas
- Pejabat Negara/PNS/ABRI
- Non Pejabat Negara/PNS/ABRI

Apabila sumber dananya berasal dari selain APBN/APBD, maka perlakuannya adalah ketentuan pemungutan/pemotongan yang berlaku umum. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir uang lembur, Imbalan Prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD, maka tata caranya adalah sebagaimana diatur dalam PP 45 Tahun 1994.

Apabila penerima penghasilan tersebut Non Pejabat Negara/PNS/ABRI, maka tata cara pemotongan/ pemungutan adalah tata cara yang berlaku umum (Perdirjen Pajak No. 31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009), sedangkan apabila dibayarkan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI, berlaku ketentuan khusus (PP 45/1994).
Atas Penghasilan yang diberikan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI yang dananya berasal dari APBN/D dilakukan pemotongan yang bersifat final dengan tarif 15% kecuali bagi PNS golongan II/d ke bawah atau ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, tidak dilakukan pemotongan PPh.

VI. Petunjuk Pengadaan Barang

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan barang adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 22 (tarif 1,5%)
- Pemungutan PPN dan PPnBM

VII. Petunjuk Pengadaan Jasa

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan jasa adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 23/26
- Pemungutan PPN

Perlu diperhatikan bahwa, atas pengadaan jasa tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 22 melainkan pemotongan PPh Pasal 23/26 dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku tergantung jenis jasanya (UU PPh Pasal 23 dan PMK-244/ PMK.03/2008).


VIII. Petunjuk Pengadaan Barang dan Jasa Atas Proyek yang Dananya Berasal dari Hibah / Pinjaman Luar Negeri

Proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri mendapat perlakuan khusus yaitu:

- PPN & PPnBM Tidak Dipungut
- PPh Ditanggung Pemerintah
- Terhadap proyek yang hanya sebagian dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, maka PPN & PPnBM Tidak Dipungut dan PPh Ditanggung Pemerintah hanya atas bagian yang dibiayai hibah/pinjaman luar negeri.

Menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang Harus Dibayar dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Objek Pajak Pertambahan Nilai
Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam) jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:
  1. adanya penyerahan;
  2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);
  3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
  5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap barang yang dihasilkan.
Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:
  1. penyerahan hak karena suatu perjanjian;
  2. pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;
  3. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  4. pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;
  5. penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
  6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya;
  7. penyerahan secara konsinyasi.
Penyerahan yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah:
  1. penyerahan kepada Makelar;
  2. penyerahan untuk jaminan utang-piutang;
  3. penyerahan cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya yang telah mendapat izin pemusatan pembayaran pajak;
  4. penyerahan dalam rangka perubahan bentuk usaha, atau penggabungan usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas barang kena pajak.
Barang kena pajak dimungkinkan berbentuk:
  1. barang berwujud dan bergerak;
  2. barang berwujud dan tidak bergerak;
  3. barang tidak berwujud yang dimanfaatkan di Indonesia.
Barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah: barang hasil pertanian, barang hasil perkebunan; barang hasil kehutanan; barang hasil peternakan; barang hasil perburuan; barang hasil penangkaran; barang hasil perikanan; barang hasil budidaya; barang hasil pertambangan dan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha, baik berbentuk orang pribadi maupun badan termasuk BUT yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar negeri, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar negeri, yang melakukan penyerahan BKP, kecuali pengusaha kecil.
Daerah Pabean adalah daerah Republik Indonesia. PKP yang melakukan penyerahan tersebut harus dalam lingkungan perusahaan/pekerjaannya.
Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Kalau dalam objek Pajak Pertambahan Nilai yang ditekankan adalah adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai yang dibahas adalah siapa yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP.
Adapun yang menyerahkan adalah Pengusaha kena pajak (PKP) yang dapat berupa Orang Pribadi atau juga Badan. Pengertian badan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN 1984 sebagai berikut:
Badan merupakan sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, melakukan atau tidak melakukan usaha.
Badan dapat terdiri dari
  1. PT, CV, Perseroan lainnya;
  2. BUMN/BUMD;
  3. Firma, Kongsi, Koperasi;
  4. Dana Pensiun;
  5. Persekutuan, Perkumpulan;
  6. Yayasan;
  7. Ormas, orsospol, organisasi lainnya;
  8. Lembaga;
  9. Bentuk Usaha lainnya;
  10. Bentuk Badan Lainnya.
Subjek Pajak Pertambahan Nilai, adalah
Pengusaha Kena Pajak
  1. Pengusaha yang melakukan atau sejak semula bermaksud melakukan penyerahan BKP/JKP.
  2. Bentuk Kerja sama Operasi.
Bukan Pengusaha Kena Pajak
  1. Orang Pribadi/Badan yang mengimpor Barang Kena Pajak (BKP).
  2. Orang pribadi yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud/Jasa Kena pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean.
  3. Orang Pribadi/Badan yang membangun sendiri di luar kegiatan usaha/pekerjaannya.
  4. Jasa di bidang perhotelan.
Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Untuk menghitung besarnya PPN terutang, harus dipahami terlebih dahulu tentang Dasar Perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN.
Dasar perhitungan PPN adalah sebagai berikut:
  1. untuk PPN Barang adalah harga jual;
  2. untuk PPN Jasa adalah penggantian;
  3. untuk PPN Impor adalah Nilai Impor;
  4. untuk PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri adalah jumlah yang dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKPTB atau JKP;
  5. untuk PPN atas pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, penyerahan media rekaman suara/gambar, penyerahan film, persediaan BKP tersisa (likuidasi), aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual dan Jasa Pengiriman Paket, adalah Nilai Lain;
  6. untuk PPN Ekspor adalah Nilai Ekspor.
Pengertian harga jual pun dipengaruhi oleh perjanjian penyerahan BKP, apakah loco gudang atau franco gudang. Pengertian Harga Jual dan Penggantian tidak termasuk PPN, potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak dan barang retur.
Pengertian DPP dengan nilai lain, adalah:
  1. untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual/penggantian tidak termasuk laba kotor;
  2. untuk penyerahan media rekaman suara/gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
  3. untuk persediaan tersisa (likuidasi) dan aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual adalah harga pasar wajar;
  4. untuk jasa pengiriman paket adalah 1% (satu persen) dari Tagihan atau seharusnya dibayar.
Saat dan Tempat Pajak Terutang
Untuk menghitung PPN harus dipahami pengertian Dasar Perhitungan, saat terutangnya dan tarif PPN. Tentang pengertian dari Dasar Perhitungan telah diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, sedangkan pada Kegiatan Belajar 2 ini diuraikan tentang saat terutang pajak dan tempat pajak terutang.
Uraian tentang saat terutangnya PPN meliputi PPN atas penyerahan BKP berbentuk barang berwujud dan bergerak, PPN atas penyerahan BKP berbentuk barang berwujud tidak bergerak, PPN JKP, PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar negeri, PPN atas pemanfaatan JKP dari luar negeri, PPN Impor, PPN Ekspor dan PPN Bendaharawan termasuk badan-badan tertentu yang ditunjuk.
Ketentuan tempat pajak terutang juga dibahas, dengan memberi contoh PKP yang memiliki cabang-cabang.
Tarif dan Menghitung PPN
Setelah memahami dasar perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN, maka dengan mudah dapat menghitung PPN terutang secara benar dan cepat.
Tarif PPN menerapkan tarif yang proporsional dan tunggal, sebagai sarana dalam rangka memudahkan melakukan kredit pajak. Di samping itu juga diuraikan tentang tarif efektif termasuk asal-usul tarif efektif.
Dalam menghitung PPN terutang diberikan beberapa contoh menghitung, termasuk menghitung PPN dengan dasar perhitungan nilai lain, seperti PPN atas pemberian cuma-cuma, PPN pemakaian sendiri, PPN atas penyerahan kaset rekaman lagu dan gambar, PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud, PPN atas pemanfaatan JKP dari luar negeri, dan PPN jasa pengiriman Paket. Tidak ketinggalan adalah PPN Bendaharawan, baik saat terutangnya pajak maupun pembayaran
Menghitung PPN Pajak Masukan
Sasaran Pajak Pertambahan Nilai bukan harga jual atau penggantian, atau nilai impor, atau nilai ekspor, melainkan nilai tambah atas penyerahan BKP, atau pemberian JKP dan seterusnya. Tetapi untuk mencari nilai tambah tidak semudah diduga, bahkan sulit, karena antara barang yang dibeli tidak harus sama dengan barang yang dijual dan faktor lainnya. Untuk memudahkan dalam perhitungannya maka yang ditunjuk sebagai dasar pengenaan adalah harga jual untuk PPN Barang, penggantian untuk PPN Jasa, Nilai Impor untuk impor barang dan sebagainya. Tetapi pelaksanaannya menimbulkan pajak berganda.
Untuk menghindari pemungutan pajak berganda dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:
  1. menerapkan kredit PPN atas bahan baku atau bahan pembantu termasuk faktor produksi lainnya;
  2. mencari nilai tambah pada setiap produksi;
  3. menerapkan tarif yang berbeda-beda dengan memperhatikan tingkat tahapan produksi seperti barang jadi, barang setengah jadi dan barang esensial;
  4. menentukan dasar pengenaan dengan memperhatikan pertambahan nilainya;
  5. menerapkan pemungutan sekali.
Baik pada UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM maupun UU No. 18 Tahun 2000 yang menggantikannya sama-sama menerapkan kredit PPS atas bahan baku, bahan pembantu dan faktor produksi lainnya, dengan menerapkan tarif Pajak yang proporsional dan tunggal.
Pajak yang dikreditkan disebut dengan Pajak Masukan, sedangkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang disebut dengan Pajak Keluaran.
Agar sistem kredit pajak Pajak Masukan ini tidak disalahgunakan maka diberi batasan tentang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, dengan beberapa contoh.

Mengkredit Pajak Masukan
Yang melatarbelakangi sistem kredit pajak adalah upaya untuk menghindari pengenaan pajak berganda, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa sasaran pengenaannya adalah pertambahan nilai. Sedangkan untuk menghitung besarnya pertambahan nilai untuk setiap unit produksi adalah sulit sekali. Oleh karena itu, untuk memudahkan (menyederhanakan) cara perhitungan pajaknya maka ditetapkan harga jual sebagai dasar pengenaan, dengan ketentuan bahwa PPN yang terutang dan telah dibayar sewaktu membeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dari PPN yang akan dibayar sewaktu melakukan penjualan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Meskipun demikian, agar tercegah adanya pengkreditan pajak yang tidak semestinya, maka tidak setiap pajak masukan dapat dikreditkan, melainkan terbatas yang telah memenuhi persyaratan.
Melalui sistem pengkreditan pajak masukan tersebut, akan menghasilkan 3 (tiga) alternatif:
  1. masih harus membayar PPN, dalam hal pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan;
  2. terjadi kelebihan pembayaran pajak, dalam hal Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan;
  3. tidak kurang bayar dan tidak terjadi kelebihan pembayaran PPN, dalam Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan.

Pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP atas Penyerahan sebagai BKP dan PKP Norma Penghitungan
Tidak setiap Pajak Masukan dapat dikreditkan dari pembelian BKP atau JKP. Sedangkan Pajak Masukan tertuang dalam satu Faktur Pajak Masukan, baik atas pembelian BKP atau bukan BKP. Demikian pula Pajak Masukan karena penggunaan Barang Modal, yang boleh dikreditkan terbatas pada Pajak Masukan atas Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP. Oleh karena itu, setiap pengkreditan Pajak Masukan terselip Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Untuk itu disusun dan ditetapkan rumus dalam menghitung Pajak Masukan yang harus dibayar kembali.
Rumus menghitung Pajak Masukan yang harus dikembalikan dibedakan antara rumus untuk Barang Modal dan Bukan Barang Modal, disamping rumus menghitung Pajak Masukan yang harus dikembalikan berkenaan penggunaan Barang Modal bukan untuk menghasilkan BKP.
Pajak Masukan bagi PKP yang Menggunakan Norma Penghitungan
Pemungutan pajak dapat dikatakan adil, baik pada tingkat horisontal maupun vertikal, yang besarnya pajak terutang sesuai dengan objek yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Untuk mendapat pemungutan pajak yang adil tersebut diperlukan data yang akurat. Salah satu sumber data sekaligus sebagai pencerminan tingkat partisipasi wajib pajak adalah angka-angka dalam pembukuan.
Melalui Pasal 28 ayat (1) UU No. 9 Tahun 1994, UU mewajibkan kepada setiap wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan, yang isinya dapat menggambarkan perusahaan, modal perusahaan, utang perusahaan dan seterusnya, yang dapat mendukung dalam menghitung pajak terutang, baik Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan lain-lain jenis pajak.
Pembukuan harus disusun di Indonesia, dalam bahasa Indonesia, huruf latin, dan angka arab, serta menerapkan prinsip taat asas, baik Tahun pembukuan, metode penyusutan, maupun metode penilaian persediaan dan sebagainya.
Yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tersebut adalah:
  1. wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang oleh UU diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan;
  2. wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya seTahun kurang dari Rp600.000.000,00 dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dikecualikan dari penyelenggaraan pembukuan. Oleh karena itu, untuk menghitung penghasilan netonya diperkenankan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
  4. Wajib pajak orang pribadi yang diperkenankan menggunakan norma penghitungan dalam menghitung penghasilan neto sebagaimana disebut pada Pasal 14 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2000, dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diperkenankan menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana ditentukan pada Pasal 9 ayat (7) UU No. 18 Tahun 2000.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebagai berikut:
  1. untuk penyerahan BKP adalah sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah Pajak Keluaran;
  2. untuk penyerahan JKP adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah Pajak Keluaran.
Untuk keperluan pelaksanaan ketentuan tersebut PKP wajib membuat catatan nilai peredaran bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal PKP disamping melakukan penyerahan BKP juga bukan BKP, catatan dimaksud agar dipisah antara penyerahan yang terutang pajak dengan penyerahan yang tidak terutang pajak pertambahan nilai. Dalam hal terjadi perubahan, sejak masa pajak pada permulaan Tahun buku berikutnya PKP tidak lagi diperkenankan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi PKP pedagang eceran dengan nilai sebagai dasar pengenaan pajak.
Administrasi Penggunaan Norma Penghitungan
Tidak semua wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan dapat menggunakan Norma Penghitungan dalam menghitung Penghasilan Neto, melainkan terbatas pada wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan peredaran brutonya seTahun kurang dari Rp600.000.000,00. Selain itu, wajib pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak, dalam hal ini adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun pajak yang bersangkutan. Meskipun demikian, wajib pajak yang bersangkutan masih wajib membuat catatan peredaran bruto atau penerimaan penghasilan. Wajib pajak tersebut, dalam hal sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan.
Baik Petunjuk Norma Penghitungan Penghasilan Neto maupun Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan ditetapkan melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penggunaan Norma Penghitungan dan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan, di samping memudahkan wajib pajak, juga menghilangkan kesempatan wajib pajak untuk dapat kompensasi, restitusi dan hak-hak lainnya.
Latar Belakang Diberlakukannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di samping diberlakukan tarif proporsional dan progresif.
Dengan diberikan contoh penghitungannya, ternyata tingkat progresivitas PPnBM bersama-sama dengan PPN, menunjukkan lebih tajam daripada PPnBM yang menggantikan PPn sebagaimana tertuang pada UU PPn 1951.
Inilah yang menjadi latar belakang mengapa Pajak Penjualan atas Barang Mewah diberlakukan bersama-sama dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.
Menghitung Pajak Penjualan atas Barang Mewah Non-Kendaraan Bermotor
Sebagai pelaksanaan pemungutan tambahan pada pemungutan PPN dalam rangka menciptakan pemungutan yang adil di bidang pajak atas penyerahan barang, maka diberlakukan pemungutan PPnBM. Agar supaya lebih memantapkan tingkat keadilan vertikalnya maka diterapkan tarif proporsional yang progresif, dimana tarif pajak PPn BM yang minimal 10% dan maksimal 50% dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok dengan tarif 10%, kelompok dengan tarif 20% dan kelompok dengan tarif 35%.
Akhirnya dapat dihitung besarnya PPnBM atas penyerahan barang berupa kendaraan bermotor dan besarnya PPnBM atas impor kendaraan bermotor dengan unsur-unsurnya
Walaupun cara pemungutannya sama sebagaimana PPnBM atas penyerahan BKP, namun pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, bersama-sama memungut Bea Masuk.

Persyaratan / Kualifikasi Peserta Lelang

PENGUMUMAN LELANG
PERSYARATAN, KUALIFIKASI & PENDAFTARAN
PESERTA LELANG

   Persyaratan Dokumen Administrasi, Teknis dan Harga dapat dilihat pada Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa di masing-masing paket kegiatan dengan cara mendownload setelah anda login ke portal.

TATA CARA PENILAIAN DAN PEMBUKTIAN KUALIFIKASI
Penilaian Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa baik secara prakualifikasi maupun pasca kualifikasi, dilakukan terhadap:
  1. Surat Izin Usaha pada bidang usaha yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang masih berlaku:
    1. Izin Usaha Perdagangan untuk jasa perdagangan;
    2. Izin Usaha Jasa Konstruksi untuk jasa konstruksi;
    Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    1. Autentifikasi Surat Izin Usaha dibuktikan dengan meminta penyedia
      barang/jasa menunjukkan dokumen asli;
    2. Masa berlaku Surat Izin Usaha yang tercantum dalam formulir isian kualifikasi sesuai dengan dokumen asli;
    3. Untuk jasa konstruksi dinilai kesesuaian Bidang pada Surat Izin Usaha
    4. dengan Bidang yang berada di dalam Sertifikat Badan Usaha (SBU) serta Bidang yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan (pengumuman pelelangan);
    5. Untuk jasa perdagangan/jasa konsultansi non konstruksi dinilai kesesuaian Jenis Barang/Jasa Dagangan Utama pada Surat Izin Usaha Perdagangan dengan Bidang yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan (pengumuman pelelangan) ;
    6. Penyedia barang/jasa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
    7. dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d atau salah satunya maka Penyedia Barang/jasa dinyatakan Gugur .
  2. Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    1. Penandatangan dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi harus sama yaitu Direktur Perusahaan yang bersangkutan;
    2. Bila dikuasakan harus menunjukkan Surat Kuasa dari Direktur Perusahaan (bukan komisaris) dengan dibubuhi meterai dan tanggal ;
      Penyedia barang/jasa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, atau salah satunya maka Penyedia Barang/jasa dinyatakan Gugur .
  3. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak berhenti/dihentikan, dan atau tidak sedang menjalani sanksi pidana;
  4. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Jika sampai dengan 7 (tujuh) hari kerja mulai pembukaan penawaran ada pihak lain yang bisa membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan dalam pengawasan pengadilan, pailit, kegiatan usahanya berhenti / dihentikan, dan atau sedang menjalani sanksi pidana maka penyedia barang/jasa dinyatakan Gugur ;
  5. Dalam hal penyedia jasa akan melakukan kemitraan, penyedia barang/ jasa wajib mempunyai perjanjian kerjasama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut
  6. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    1. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa melakukan kemitraan, penyedia barang/jasa diminta menunjukkan Surat Perjanjian Kerjasama Operasional Asli yang ditandatangani masing-masing pimpinan perusahaan. Apabilasampai batas waktu, tidak dapat menunjukkan Surat Perjanjian Asli, maka Penyedia Barang/Jasa tersebut dapat dinyatakan Gugur ;
    2. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa melakukan kemitraan, dalam Surat Perjanjian Kerjasama harus memuat persentase kemitraan secara jelas, apabila tidak tercantum maka Penyedia Barang/Jasa tersebut dapat dinyatakan Gugur ;
    3. Penyedia barang/jasa harus dapat menunjukkan dokumen asli sesuai persyaratan kualifikasi dari perusahaan mitranya, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal klarifikasi. Apabila sampai batas waktunya tidak dapat menyerahkan dokumen-dokumen tersebut, Penyedia Barang/jasa tersebut dapat dinyatakan Gugur ;
  7. Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/ PPh) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21/ Pasal 23 atau PPN sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan yang lalu
  8. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Penyedia Barang/Jasa diminta untuk menunjukkan bukti pembayaran Pajak yang asli dan benar dikeluarkan oleh kantor pajak, apabila tidak dapat menunjukkan bukti pajak sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan terakhir dan atau palsu maka Penyedia Barang/jasa tersebut dinyatakan Gugur.
  9. Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah atau swasta termasuk pengalaman subkontrak baik di lingkungan pemerintah atau swasta, kecuali penyedia barang/ jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
  10. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Penyedia Barang/Jasa diminta untuk menunjukkan rekaman kontrak asli dan bukti pembayaran PPn asli dari pengalaman pekerjaan yang diajukan dan apabila tidak dapat menunjukkan kontrak asli dan bukti pembayaran PPn maka Penyedia Barang/jasa tersebut dinyatakan Gugur;
  11. Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar sanksi atau daftar hitam di suatu instansi;
  12. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    1. Untuk Penyedia Barang/Jasa konstruksi dibuktikan dengan melihat data milik LPJK mengenai perusahaan yang masuk dalam daftar hitam, apabila masuk dalam data LPJK maka Penyedia Barang/jasa tersebut dinyatakan Gugur ;
    2. Untuk Penyedia Barang/Jasa non konstruksi dengan meneliti kebenaran Pernyataan Tidak Masuk dalam Daftar Sanksi bermeterai yang diberi tanggal, apabila tidak bermeterai dan bertanggal atau hanya bermeterai saja maka Penyedia Barang/jasa tersebut dinyatakan Gugur ;
  13. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil; Bidang pengalaman harus sesuai dengan pengumuman pelelangan atau uraian paket pekerjaan mengenai bidang pekerjaan.
    Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    Responsibilitas penyedia barang/jasa terhadap Bidang/Sub Bidang paket
    pekerjaan pada pengumuman. Apabila pengalaman yang diberikan tidak sesuai dengan Bidang pekerjaan yang ditawarkan maka penyedia barang / jasa dianggap Gugur ;
  14. Memiliki kemampuan pada bidang dan subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil:
    1. Untuk jasa pemborongan memenuhi KD = 2 NPt
    2. (KD : Kemampuan Dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi) pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir;
    3. Untuk pengadaan barang/ jasa lainnya memenuhi K D = 5 N P t
    4. (KD : Kemampuan Dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi) pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir;
    Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Penilaian Pengalaman Penilaian dilakukan terhadap pengalaman pekerjaan yang pernah dikerjakan selama 7 (tujuh) tahun terakhir. Pengalaman pekerjaan yang dinilai disertai bukti penyelesaian pekerjaan dengan baik oleh pengguna jasa. Untuk jasa konsultansi penilaian pengalaman dapat dinilai sebagai berikut:
    1. Penilaian pengalaman dimulai dari pekerjaan yang mempunyai Bidang dan Sub Bidang yang sama dengan pekerjaan yang akan dilelangkan, dinilai terhadap 3 (tiga) unsur;
    2. Bila masih belum mencapai nilai maksimum, penilaian dilanjutkan pada pekerjaan dengan Bidang yang sama tapi Sub Bidang berbeda;
    3. Pekerjaan dengan Bidang yang berbeda dinilai nol.
    Tiga unsur yang dinilai sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, yaitu:
    1. Bidang pekerjaan (contoh: nilai maksimum 25)
      1. Pekerjaan yang Bidang dan Sub Bidangnya sama dengan pekerjaan yang akan dilakukan pengadaannya mendapat bobot nilai 100%;
      2. Pekerjaan yang Bidangnya sama, tetapi Sub Bidangnya berbeda dengan pekerjaan yang akan dilakukan pengadaannya mendapat bobot nilai 50%;
    2. Penilaian besarnya nilai kontrak (contoh: nilai maksimum 25)
    3. Bila nilai pekerjaan yang akan dilakukan pengadaannya sebesar X
      1. Pengalaman Pekerjaan X, mendapat nilai 100%;
      2. 0,5 X Pengalaman Pekerjaan X , dinilai 50%;
      3. Pengalaman Pekerjaan < 0,5 X, dinilai 0%;
    4. Status Badan Usaha dalam pelaksanaan pekerjaan (contoh: nilai maksimum 10)
      1. Sebagai kontraktor utama/Lead Firm J.O. dinilai 100%;
      2. Sebagai sub kontraktor/anggota J.O. dinilai 30%;
      Bila total nilai pengalaman yang diperoleh <30, BU yang bersangkutan gugur/tidak lulus kualifikasi.
  15. Dalam hal bermitra yang diperhitungkan adalah kemampuan dasar dari perusahaan yang mewakili kemitraan (lead firm);
  16. Untuk pekerjaan khusus/ spesifik/ teknologi tinggi dapat ditambahkan persyaratan lain seperti peralatan khusus, tenaga ahli;
  17. Spesialis yang diperlukan, atau pengalaman tertentu;
  18. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Penyedia Barang/Jasa diminta untuk menyediakan peralatan khusus, tenaga ahli spesialis dengan sertifikat instansi atau pengalaman tertentu sebagaimana dalam dokumen RKS atau pengumuman lelang dan bila tidak sesuai maka Penyedia Barang/jasa tersebut dapat dinyatakan Gugur;
  19. Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank pemerintah / swasta untuk mengikuti pengadaan barang/ jasa sekurang-kurangnya 10 % (sepuluh persen) dari nilai proyek untuk pekerjaan jasa pemborongan dan 5 % (lima persen) dari nilai proyek untuk pekerjaan pemasokan barang/jasa lainnya, kecuali untuk penyedia barang/ jasa usaha kecil termasuk koperasi kecil;
  20. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian:
    1. Penyedia Barang/Jasa diminta untuk menyerahkan Surat Keterangan Dukungan Keuangan Bank Asli dan apabila tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Asli maka Penyedia Barang / jasa tersebut dinyatakan Gugur;
    2. Penilaian Surat Keterangan Dukungan Keuangan Bank:
      1. Dukungan bank harus mencantumkan besarnya nilai dukungan dalam bentuk angka dan huruf;
      2. Dukungan bank harus mencantumkan nama penyedia barang/jasa yang didukung oleh pihak bank;
      3. Dukungan bank harus menyebutkan paket pekerjaan yang diikuti (dalam surat dukungan hanya mencantumkan satu nama paket pekerjaan);
      4. Dukungan bank harus mencantumkan tanggal masa berlakunya;
      5. Penyedia barang/jasa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2) dan angka 3) di atas, atau salah satunya maka Penyedia Barang/jasa dinyatakan Gugur.
  21. Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan;
  22. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Penyedia Barang/Jasa diminta untuk menunjukkan bukti kepemilikan atau hak menggunakan atas fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan panitia dapat melakukan cross cek kepada penyedia barang/jasa. Jika tidak dapat membuktikan maka penyedia barang/jasa dinyatakan Gugur;
  23. Termasuk dalam penyedia barang/ jasa yang sesuai dengan nilai paket pekerjaan;
  24. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa (besar/menengah/kecil) harus sesuai dengan pengumuman atau dokumen pengadaan barang/jasa. Jika tidak sesuai dinyatakan Gugur ;
  25. Menyampaikan daftar perolehan pekerjaan yang sedang dilaksanakan khusus untuk jasa pemborongan;
  26. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Jika sampai dengan 7 (tujuh) hari kerja mulai pembukaan penawaran ada pihak lain yang bisa membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan sedang melakukan pekerjaan dan tidak menyampaikan daftar pekerjaan dimaksud, makapenyedia barang/jasa dinyatakan Gugur ;
  27. Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya;
  28. Aspek yang dinilai dan teknis pembuktian: Jika sampai dengan 7 (tujuh) hari kerja mulai pembukaan penawaran ada pihak lain yang bisa membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan membuat pernyataan yang tidak benar tentang kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya, maka penyedia barang / jasa dinyatakan Gugur ;
  29. Untuk pekerjaan jasa pemborongan memiliki sisa kemampuan keuangan (SKK) yang cukup dan sisa kemampuan paket (SKP).
  30. Sistem e-Procurement secara otomatis menghitung SKK dan SKP bagi penyedia barang/jasa yang mengikuti pelelangan di lingkungan Pemerintah Daerah. Jika sampai dengan 7 (tujuh) hari kerja mulai pembukaan penawaran ada pihak lain yang bisa membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan sedang mengerjakan pekerjaan di Instansi Pemerintah di luar Daerah, maka SKK dan SKP akan diperhitungkan kembali.
TATA CARA PENDAFTARAN
Pendaftaran dilakukan melalui portal internet . Pemilihan paket pekerjaan dan pengajuan penawaran dapat dilihat pada jadwal lelang yang ada di portal. Langkah – langkah yang ditempuh oleh calon penyedia barang/jasa adalah sebagai berikut:
  • Bagi penyedia barang/jasa yang berminat untuk mengikuti paket-paket pekerjaan yang ditawarkan dengan metode pasca kualifikasi harus mengisi/ meng-update data kualifikasi perusahaannya melalui portal resmi e-procurement. Surat Pernyataan Minat Untuk Mengikuti Pengadaan ( sebagaimana format lampiran II formulir 1.a Keppres nomor 80 tahun 2003) di dapat dari print-out portal jika isian data kualifikasi telah lengkap diselesaikan oleh penyedia barang/jasa dan nilai penawaran sudah dimasukkan. Sedangkan untuk pekerjaan yang ditawarkan dengan metode prakualifikasi form tersebut dapat di print-out tanpa harus memasukkan nilai penawaran.
  • Dalam rangka keamanan dan kerahasiaan data, penyedia barang/jasa segera merubah password yang dikirim melalui email perusahaan sesuai dengan keinginan Direktur Perusahaan sebagai penanggung jawab penuh kerahasiaan data perusahaan.
  • Untuk keamanan nilai penawaran yang dimasukkan kedalam portal e-Procurement oleh penyedia barang/jasa akan di-enkripsi (diubah menjadi karakter sandi) secara otomatis oleh sistem informasi yang ada sehingga tidak bisa dibaca oleh siapapun kecuali penyedia barang/jasa yang bersangkutan. Data yang telah di-enkripsi tersebut akan terbuka dan dapat dibaca dengan sendirinya pada saat jadwal pembukaan sampul penawaran yang telah di-set oleh panitia pengadaan pada portal. Surat Pernyataan Minat untuk Mengikuti Pengadaan harus ditandatangani diatas materai dan merupakan bukti pendaftaran lelang yang akan disertakan bersama-sama dengan dokumen penawaran lainnya sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa. Termasuk dalam isi dokumen penawaran adalah form isian penilaian kualifikasi yang dicetak dari portal eproc dan di tandatangani diatas materai dengan diberi tanggal.
  • Penyedia Barang/ Jasa dikatakan telah memasukkan penawaran secara sah bila telah memilih paket pekerjaan dan memasukkan angka penawaran melalui portal eprocurement dan menyerahkan penawaran secara dokumen cetak (Hard Copy) kepada panitia pengadaan.
  • Nilai penawaran yang telah dimasukkan ke dalam portal eprocurement tidak dapat diubah lagi 1 jam sebelum saat/ waktu pembukaan sampul dilakukan.
  • Dalam hal penawaran yang dimasukkan melalui portal e-Procurement Pemerintah Daerah tidak sama dengan penawaran yang tertulis dalam bentuk cetak (hardcopy) penawaran, maka penyedia barang/jasa dianggap tidak memenuhi persyaratan penawaran; (, tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah Dengan Sistem E-Procurement Bagian Keempat, Pasal 23 huruf b);
  • Panitia pengadaan memilih salah satu hari antara hari ke 8 (delapan) sampai dengan ke 14 (empat belas) hari kerja sejak pengumuman untuk mengadakan Aanwijzing dengan cara menge-set hari, tanggal dan jam pada portal eproc menu satuan kerja. Selanjutnya jadwal waktu dapat diketahui oleh penyedia barang/jasa setelah login pada masing – masing info paket pekerjaan. Media e-procurement ini menyediakan media tanya jawab antara peserta dan panitia bagi calon peserta lelang yang tidak menghadiri acara Aanwijzing. Data tanya jawab ini secara otomatis akan terekam sebagai bagian/ lampiran dokumen Berita Acara Penjelasan Pekerjaan yang mana akan terkirim ke e-mail masing-masing calon peserta lelang paling lambat 2x24 jam sejak berakhirnya jadwal Aanwijzing. Berita Acara ini dapat diprint out oleh panitia pengadaan untuk ditandatangani sebagai kelengkapan dokumen lelang. Dalam hal terdapat penambahan ketentuan baru yang perlu ditampung, maka panitia pengadaan akan menuangkan kedalam addendum dokumen pemilihan barang/ jasa dan file tersebut harus di up load ke portal oleh panitia setelah ditandatangani sebagai kelengkapan dokumen.
  • Penyedia barang/jasa yang berminat mengikuti lelang paling lambat harus memasukkan fisik dokumen cetak (hard copy) penawaran kepada Panitia Pengadaan 60 menit sebelum jadwal pembukaan sampul penawaran. Penyedia barang/jasa yang tidak tercantum dalam list peserta lelang yang dapat dilihat dan diprint dari portal setelah memasuki masa pembukaan sampul, fisik dokumen cetaknya akan ditolak sedangkan dokumen cetak yang terlambat dikembalikan.
  • Pembukaan sampul penawaran dilakukan pada 14 (empat belas) hari kerja sejak pengumuman paket pekerjaan dilakukan. Waktu, tanggal dan tempat penerimaan dokumen penawaran (hard copy) dituliskan pada sampul dan dicatatkan ke portal resmi eProcurement Universitas Brawijaya oleh panitia pengadaan.
  • Pada tahap awal evaluasi dengan sistem gugur, Panitia Pengadaan melakukan koreksi aritmatik (jika menggunakan koreksi aritmatik) terhadap semua penawaran yang masuk dan memasukkan hasil koreksi aritmatik ke portal e-procurement. Berdasarkan 10 urutan penawaran terendah (dapat merupakan hasil koreksi aritmetik sesuai Lampiran Keppres 80/2003), dilakukan evaluasi adiministrasi, teknis dan kewajaran harga. Cara evaluasi mengikuti ketentuan yang ada pada Bab II. A.1.f. Keppres dimaksud.
  • Pada evaluasi dengan sistem nilai (merit point system), fisik dokumen penawaran (hard copy) disampaikan dengan 2 sampul / 2 tahap.
  • Sehingga dokumen pengadaan terdiri dari:
    • Dokumen penawaran administrasi & teknis
    • Dokumen penawaran harga
    • Dokumen kualifikasi dilengkapi pakta integritas dan surat pernyataan minat untuk mengikuti pengadaan.
    Kesemua dokumen dalam sampul masing-masing dimasukkan dalam satu sampul besar, kecuali pakta integritas dan surat pernyataan minat untuk mengikuti pengadaan tidak dimasukkan dalam sampul – sampul tersebut. Pakta integritas yang disampaikan peserta lelang harus sudah ditandatangani oleh direktur perusahaan yang selanjutnya ditandatangani oleh Pelaksana Kegiatan dan Panitia Lelang pada saat sampul dibuka. Sampul besar tersebut disampaikan kepada alamat panitia pengadaan. Sedangkan secara elektronik, penyedia barang/jasa memasukkan isian data penawaran (teknis dan harga) yang bersifat kuantitatif ke portal e-procurement. Selanjutnya data tersebut akan terhitung skor-nya oleh fasilitas skoring yang tersedia pada sistem informasi. Data penawaran yang sifatnya kualitatif akan dikonversikan menjadi nilai oleh panitia dan dimasukkan ke dalam portal untuk mendapatkan total nilai dari masing – masing penawar. Guna mengakomodasi sifat pekerjaan yang berbeda dari masing – masing Satuan Kerja, bobot masing – masing unsur penilaian diisi pada tiap – tiap paket pekerjaan oleh masing – masing panitia lelang. Informasi mengenai metode perhitungan skor ini harus dapat diketahui oleh penyedia barang/ jasa yang berminat pada RKS yang dapat didown-load dari portal resmi eProcurement saat pengumuman lelang.
  • Panitia pengadaan membuat Berita Acara Pembukaan Sampul penawaran dan memasukkan datanya ke portal e-procurement.
  • Berdasarkan langkah yang dihasilkan pada huruf 5) dan 6), selanjutnya untuk evaluasi sistem gugur, penawaran dengan 3 urutan harga penawaran terendah responsif akan diajukan sebagai calon pemenang dan pemenang cadangan. Sedangkan untuk evaluasi sistem nilai, 3 urutan penawaran dengan total nilai evaluasi teknis dan harga tertinggi akan diajukan sebagai calon pemenang dan pemenang cadangan. Terhadap ketiga perusahaan ini akan dilakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi kualifikasi yang ada di data base dengan meminta rekaman atau asli dokumen yang sah atau konfirmasi dengan instansi terkait.
  • Pelaksanaan Pelelangan Umum/ Seleksi Umum dengan Prakualifikasi
  • Untuk pelaksanaan pelelangan umum dengan prakualifikasi / seleksi umum secara prinsip sama dengan dengan pasca kualifikasi tetapi penilaian kualifikasi dilakukan diawal dengan batasan waktu sesuai Lampiran Keppres nomor 80 tahun 2003 Bab I. D.

Pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan dan Penetapan Pemenang

Panitia pengadaan membuat kesimpulan dari hasil evaluasi administrasi, teknis dan harga dan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP). Berdasarkan BAHP ini, panitia pengadaan menyampaikan usulan calon pemenang lelang kepada Pelaksana Kegiatan. Dalam hal terdapat 2 (dua) calon pemenang lelang mengajukan harga penawaran yang sama (sistem gugur) atau mendapatkan nilai/skor sama (sistem nilai), maka panitia pengadaan mengadakan penelitian kembali data kualifikasi peserta bersangkutan dan memilih peserta yang menurut pertimbangannya mempunyai kemampuan yang lebih besar dan hal ini dicatat dalam berita acara. Hasil akhir usulan penetapan lelang ini dimasukkan ke portal e-procurement resmi oleh panitia lelang paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pembukaan sampul penawaran. Pelaksana Kegiatan akan melakukan verifikasi usulan panitia pengadaan pada data base. Jika pemimpin pelaksana kegiatan tidak berkeberatan atas usulan panitia pengadaan maka data usulan calon pemenang dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak pemasukan data tersebut akan terkompilasi menjadi pengumuman hasil pelelangan. Tata cara mengenai pembuatan format berita acara mengikuti ketentuan yang ada pada lampiran II Keppres nomor 80 tahun 2003.
Pengumuman dan Sanggahan Hasil Lelang
•  Kepada peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis (hard copy) paling lambat 5 ( lima ) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang. Untuk mendapat perhatian lebih dari segenap stakeholder pelaksanaan pelelangan.
Berdasarkan sanggahan dari peserta lelang, Pelaksana Kegiatan akan menjawab secara tertulis selambat-lambatnya 5 ( lima ) hari kerja sejak batas akhir masa sanggah.